Friday, July 1, 2011

Pak sopir vs pengamen


Kamis, 23 Juni 2011
Di hari itu gue beruntung banget bisa naik angkot 112 jurusan Depok – kampung rambutan, siapa sangka di dalam angkot yang penuh sesak, panas dan berdebu itu bisa menjadi saksi bisu bagaimana perjuangan seorang lelaki yang mungkin sudah menjadi seorang kepala keluarga berjuang mencari nafkah yang halal bagi keluarganya dengan segala keterbatasan yang dia miliki, kenyataannya semua itu tidak menjadi penghalang baginya untuk terus bekerja. 
Awalnya semua tampak biasa, tapi sesaat setelah gue memalingkan muka ke arah pak sopir yang mengemudikan angkot 112 itu dengan apik dan lancar, ternyata tangan kanan-nya buntung sampai pergelangan tangan, otomatis dia gak bisa menggenggam kemudi dengan sempurna karena hanya menggunakan tangan kirinya. Di tengah keterbatasannya dia bisa melakukan apa yang mungkin orang sempurna (anggota tubuhnya)tidak bisa lakukan. Gak ada rasa malu atau minder, yang ada rasa hanya semangat. 
Bukan niat membandingkan, ini Cuma sekedar share aja betapa orang-orang yang masih normal tidak mengupayakan seluruh anggota tubuhnya untuk mencari nafkah yang caranya lebih layak.
Di kampus gue ada seorang pengamen yang usianya kira-kira 30-an, perawakannya tinggi, putih dan agak kurus, berambut gondrong yang selalu di kucir dan membawa gitar kecil. Di liat fisiknya dia itu normal dan sehat, tapi dia lebih memilih menjadi seorang pengamen, sebenernya gak ada yang salah dengan profesi itu, halal ko, Cuma caranya itu lho yang kadang suka buat orang jengkel. Kalo kalian mau ketemu sama pengamen itu, coba aja makan siang di sekitar area kampus gundar kelapa dua sama margonda, pasti dia akan selalu muncul di setiap tempat makan sesering yang dia bisa, dengan bermodalkan gitar kecil, suara agak cempreng sambil menyanyikan beberapa bait lagu. 
Sebenernya depok itu emang gudangnya pengamen, tapi pengamen yang satu ini bukan bekeliaran di satu angkot ke angkot lainnya, tapi dari satu tempat makan ke tempat makan lainnya, bahkan satu tempat makan bisa beberapa kali dia datangi dalam sehari dan hari-hari esoknya, nonstop. Gue pernah makan di area kampus, terus pengamen itu langsung masuk, nyodorin bekas gelas aqua ke meja gue, setelah dia nyanyi temen gue ngasih uang, terus dia nyanyi lagi di meja-meja lainnya, kelar. Kebetulan gue masih ngobrol disitu sedangkan customer yang lain udah pada kelar dan berganti dengan customer baru dan jreng jreng dia muncul lagi, itu kejadiannya di kampus kelapa dua, eh pas gue ke kampus margonda, dia pun ada, hem jangan2 dia kembar?. kalian bayangin aja, kampus gue itu kampus sejuta umat yang tersebar di depok dan margonda, untuk memenuhi kebutuhan perut para mahasiswa di sekitar kampus, masyarakat di sekitar kampus menyediakan tempat makan dan itu banyak, kalo dalam sehari dia bisa ngamen di semua tempat makan kampus kelapa dua dan margonda, berkali-kali pula, bayangin deh berapa penghasilannya sehari, kita asumsikan setiap meja ngasih uang bekisar 500-1000 rupiah, hem banyak pasti yah, mungkin penampilanya tidak sesusah kantongnya, bahkan gue dapet kabar burung (agak aneh), dia punya usaha potokopi-an, waw banget gak tuh, tapi itu belom tau juga kebenarannya.
Yah apapun itu, tulisan gue disini bukan bearti men-judge buruk seorang pengamen, tapi ga tau kenapa untuk pengamen yang satu itu gue agak jengkel aja . sorry.

0 comments:

Post a Comment