Sunday, November 7, 2010
Bintang
Bintang
Salah satu benda yang paling saya sukai di angkasa raya ini adalah bintang, bintang adalah benda yang paling indah di angkasa, langit tak akan seindah itu jika tidak ada bintang yang menghiasinya, bahkan saya rela berlama-lama menatap langit untuk menikmati keindahannya.
Ternyata bintang itu merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).
Klasifikasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Klasifikasi bintang
Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang dinyatakan dengan huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan urutan suhu, warna dan komposisi-kimianya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh Observatorium Universitas Harvard dan Annie Jump Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai sistem klasifikasi Harvard. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan kalimat "Oh Be A Fine Girl Kiss Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah bilangan (0 hingga 9) yang mengikuti huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk menyebut bintang-bintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada F5, dan K0 lebih awal daripada K5.
Kelas Warna Suhu Permukaan °C Contoh
O Biru > 25,000 Spica
B Putih-Biru 11.000 - 25.000 Rigel
A Putih 7.500 - 11.000 Sirius
F Putih-Kuning 6.000 - 7.500 Procyon A
G Kuning 5.000 - 6.000 Matahari
K Jingga 3.500 - 5.000 Arcturus
M Merah <3,500 Betelgeuse Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith Kellman dari Observatorium Yerkes menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat cahaya atau luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas berikut : • 0 Maha maha raksasa • I Maharaksasa • II Raksasa-raksasa terang • III Raksasa • IV Sub-raksasa • V deret utama (katai) • VI sub-katai • VII katai putih Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem pengklasifikasian di atas. Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang dengan kelas G2V, berwarna kuning, bersuhu dan berukuran sedang. Diagram Hertzsprung-Russell adalah diagram hubungan antara luminositas dan kelas spektrum (suhu permukaan) bintang. Diagram ini adalah diagram paling penting bagi para astronom dalam usaha mempelajari evolusi bintang. Penampakan dan Distribusi Karena jaraknya yang sangat jauh, semua bintang (kecuali Matahari) hanya tampak sebagai titik saja yang berkelap-kelip karena efek turbulensi atmosfer Bumi. Diameter sudut bintang bernilai sangat kecil ketika diamati menggunakan teleskop optik landas Bumi, hingga diperlukan teleskop interferometer untuk dapat memperoleh citranya. Bintang dengan ukuran diameter sudut terbesar setelah Matahari adalah R Doradus, dengan 0,057 detik busur. Sebuah katai putih yang sedang mengorbit Sirius (konsep artis). citra NASA. Telah lama dikira bahwa kebanyakan bintang berada pada sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Kenyataan ini hanya benar untuk bintang-bintang masif kelas O dan B, dimana 80% populasinya dipercaya berada dalam suatu sistem bintang ganda atau pun multi bintang. Semakin redup bintang, semakin besar kemungkinannya dijumpai sebagai sistem tunggal. Dijumpai hanya 25% populasi katai merah yang berada dalam sebuah sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Karena 85% populasi bintang di galaksi Bimasakti adalah katai merah, maka tampaknya kebanyakan bintang di dalam Bimasakti berada pada sistem bintang tunggal. Sistem yang lebih besar yang disebut gugus bintang juga dijumpai. Bintang-bintang tidak tersebar secara merata mengisi seluruh ruang alam semesta, tetapi terkelompokkan ke dalam galaksi-galaksi bersama-sama dengan gas antarbintang dan debu. Sebuah galasi tipikal mengandung ratusan miliar bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar galaksi di seluruh alam semesta teramati.[7] Astronom memperkirakan terdapat 70 sekstiliun (7×1022) bintang di seluruh alam semesta yang teramati[8]. Ini berarti 70 000 000 000 000 000 000 000 bintang, atau 230 miliar kali banyaknya bintang di galaksi Bimasakti yang berjumlah sekitar 300 miliar. Bintang terdekat dengan Matahari adalah Proxima Centauri, berjarak 39.9 triliun (1012) kilometer, atau 4.2 tahun cahaya. Cahaya dari Proxima Centauri memakan waktu 4.2 tahun untuk mencapai Bumi. Jarak ini adalah jarak antar bintang tipikal di dalam sebuah piringan galaksi. Bintang-bintang dapat berada pada jarak yang lebih dekat satu sama lain di daerah sekitar pusat galasi dan di dalam gugus bola, atau pada jarak yang lebih jauh di halo galaksi. Karena kerapatan yang rendah di dalam sebuah galaksi, tumbukan antar bintang jarang terjadi. Namun di daerah yang sangat padat seperti di inti sebuah gugus bintang atau lingkungan sekitar pusat galaksi, tumbukan dapat sering terjadi[9] . Tumbukan seperti ini dapat menghasilkan pengembara-pengembara biru yaitu sebuah bintang abnormal hasil penggabungan yang memiliki temperatur permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bintang deret utama lainnya di sebuah gugus bintang dengan luminositas yang sama. Istilah pengembara merujuk pada jejak evolusi yang berbeda dengan bintang normal lainnya pada diagram Hertzsprung-Russel. Terbentuknya bintang Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah vacuum chamber yang ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar 23–28% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta. Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali matahari. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri. Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang. Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang pra deret utama ini seringkali dikelilingi oleh piringan protoplanet. Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment